Rabu, 30 Oktober 2013

Cerpen Pendidikan "BUAH DARI KEYAKINAN"



                                         BUAH DARI KEYAKINAN

Cerpen pertama saya yg baru dipublikasikan...
Karya Annisa Rizka Viana
HAPPY READING^^

            Di suatu senja, duduk termenung seorang anak perempuan berwajah manis di danau. Gadis yang berkulit putih dan berambut hitam bernama Tuti itu tampak merenungkan sesuatu. Ditatapnya langit sore yang indah. Wajahnya agak berbinar ketika seorang lelaki paruhbaya menghampirinya. Dialah Pak Narto, ayah Tuti yang selalu tersenyum dalam keadaan apapun.
            “Sedang apa kau Tuti?” Tanya ayahnya sambil tersenyum.
            “Aku hanya memandang langit senja yang indah ini yah.. !” Jawab Tuti.
            “Sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu, coba beritahu Ayah !” Ucap Ayah Tuti.
            “Aku.... aku hanya... merindukan Ibu.” Jawab Tuti tersendat-sendat.
            Sejak Ibunya meninggal satu tahun yang lalu, Tuti memang suka menyendiri dan merenung di danau. Bahkan kadang ia menghayal bahwa Ibunya sedang berdiri di atas air dan berjalan menuju tempatnya duduk. Ketika ia tersadar, wajahnya tampak kecewa. Dan saat itulah Ayahnya muncul untuk menemaninya.
            Sepulang dari danau, Tuti memandangi ijazah SD miliknya. Sebentar lagi pendaftaran di SMP yang ada di kotanya akan ditutup. Sementara ia bingung harus melanjutkan sekolah atau tidak. Ijazahnya menunjukkan nilai 28,50. Nilai yang tinggi diantara teman-temannya. Saat itu Ayahnya mencari uang untuk membiayai sekolah Tuti.
             Ayah Tuti memang sedang tidak punya uang. Karena semua uangnya telah digunakan untuk membiayai sekolah kakak Tuti di Australia. Kalau saja Anto (kakak Tuti) tidak hidup mandiri, maka mungkin saja Ayahnya tidak bisa membiayai kuliahnya hingga akhir. Untuk mencari uang saku dan membeli peralatan kuliah, Anto bekerja paruh waktu di sebuah kedai kopi yang kebetulan milik orang Indonesia. Uang yang ia dapat cukup untuk membeli alat sekolah dan makan sehari-hari di sana. Bahkan ia mendapat teman-teman baru yang berasal dari Indonesia, walaupun berbeda kota dan pulau.
            Setelah lulus kuliah, Anto mencoba mencari pekerjaan di Australia. Dan ia harus berjuang hidup di sana. Karena Ayahnya sudah tak mengirimkan uang lagi. Sedangkan Tuti harus merelakan berhenti sekolah karena tak ada biaya.
            “Tuti, maafkan Ayah ya... Ayah tak bisa membiayai sekolahmu.” Ucap Ayah Tuti yang tiba-tiba berada di belakang Tuti.
            “Ahh, tak apa Yah.. barangkali memang ini takdirku.” Balas Tuti, walaupun ia yakin bahwa seseorang akan menolongnya. Dan ia yakin Kakaknya lah seseorang itu.
            Tiba-tiba air mata berlinang dari mata kecil Tuti. Dengan cepat ia menghapus air mata itu dengan kedua tangannya. Hal itu membuat Ayah Tuti bersedih, lalu dengan hati yang gundah Pak Narto memeluk anak bungsunya itu.
            Sehari telah berlalu, hari ini adalah hari penutupan pendaftaran di semua SMP yang ada di kotanya. Tuti mencoba untuk tidak memikirkan hal itu. Tiba-tiba telepon berdering, lalu Tuti bergegas menuju tempat telepon. Ia berharap telepon itu dari Kakaknya.
            “Halo, dengan siapa ini?” Tanya Tuti memulai pembicaraan.
            “Maaf, bisa saya bicara dengan Tuti?” Balas seseorang di seberang sana.
            “Iya, saya sendiri. Ini siapa ya?” Tanya Tuti.
            “Saya dari SMP Nusa Bangsa, begini Dek Tuti. Karena nilai Dek Tuti terbaik kedua di kota ini, jadi Adek berhak mendapat beasiswa di SMP Nusa Bangsa.” Jawab seseorang itu.
            “Ahh?? Benarkah? Ini tidak bergurau kan??” Ucap Tuti penasaran.
            “Tentu tidak Dek Tuti, asalkan nilaimu nanti tidak menurun, beasiswa itu tetap milikmu.” Balas seseorang itu.
            Mendengar hal itu Tuti girang bukan main. Ia menghampiri Ayahnya lalu memeluk lelaki paruhbaya itu. Dengan bangga ia menceritakan apa yang baru saja terjadi. Dan tak ia sangka, Ayahnya meneteskan air mata bahagia karena bangga melihat putri kecilnya sekarang bisa menyenangkan hatinya.
            Esoknya, Tuti pergi ke sekolah barunya dengan mengenakan seragam SD lamanya. Wajahnya tampak berbinar-binar. Seperti anak-anak lainnya, ia mencoba berkenalan dengan teman-teman barunya. Ia sangat bersemangat, karena ia tahu bahwa seseorang yang tekun dan yakin pasti ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Begitu pula dengan yang ia alami.
           
            copy?? sertakan cr. okee :)
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar